Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Angkara gung neng angga anggung gumulung

Pertanyaan

"Angkara gung, neng angga anggung gumulung." Tegese gatra kasebut yaiku

A.angkara gedhe kang ora dikendhaleni bakal nuwuhake prekara

B. manungsa urip ing telung donya

C. uripa kanthi becik

D. angkara iku ana ing awake dhewe

E. aja mung nuruti hawa nepsu ing njero ati​


Jawaban yang tepat adalah D. angkara iku ana ing awake dhewe


Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung, adalah sebuah ungkapan yang memiliki makna mendalam dalam budaya Jawa. Frasa ini memiliki arti bahwa kejahatan atau keburukan itu ada di dalam diri manusia dan selalu menyatu dengan dirinya sendiri. Ungkapan ini ditemukan dalam tembang pucung, salah satu jenis tembang macapat dalam sastra Jawa.


Tembang macapat adalah bentuk karya sastra Jawa yang terdiri dari berbagai jenis, termasuk tembang pucung. Tembang macapat secara khusus mengikatkan diri pada aturan pathokan tertentu, yang mencakup gatra, wilangan, dan lagu. Tembang macapat memiliki nilai estetika dan nilai moral yang tinggi, karena selain sebagai sarana hiburan, juga memberikan penggambaran tentang perjalanan hidup manusia.


Tembang pucung, yang mengandung ungkapan Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung, menggambarkan tentang akhir dari kehidupan manusia. Dalam baris tembang tersebut, terkandung pesan yang mengajarkan tentang pentingnya mengenali dan menghadapi sifat-sifat buruk atau kejahatan yang ada dalam diri kita sendiri. Pesan ini mengingatkan kita bahwa kebaikan dan keburukan ada di dalam hati dan pikiran kita, dan kehidupan yang lebih baik dapat dicapai dengan menyadari dan mengelola sifat-sifat negatif tersebut.


Dalam masyarakat Jawa khususnya, tembang macapat menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai moral dan petuah bijak dari generasi ke generasi. Para tetua dan sesepuh sering menggunakan tembang macapat, termasuk tembang pucung, sebagai bentuk nasihat dan teladan bagi generasi muda.


Dalam konteks kehidupan sehari-hari, pesan dari Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung mengingatkan kita untuk selalu melakukan introspeksi diri dan memperbaiki diri dari dalam. Dengan mengenali dan menerima kelemahan serta sifat-sifat negatif yang ada dalam diri kita, kita dapat berusaha untuk mengatasi dan mengubahnya menjadi sifat-sifat yang lebih baik.


Sebagai sebuah karya sastra, tembang macapat, termasuk tembang pucung, memiliki nilai seni dan kebijaksanaan yang tinggi. Ungkapan-ungkapan yang terkandung di dalamnya memberikan pengetahuan tentang kehidupan dan menuntun manusia menuju jalan kebijaksanaan. Sehingga, warisan budaya ini tetap relevan dan berharga untuk dijaga dan dilestarikan dalam kehidupan masyarakat Jawa maupun Indonesia secara lebih luas.



Warisan budaya seperti tembang macapat, khususnya tembang pucung dengan ungkapan Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung, merupakan sebuah jendela berharga untuk memahami kearifan lokal dan nilai-nilai luhur dalam budaya Jawa. Melalui karya sastra ini, generasi muda dapat mengenali akar budaya nenek moyang mereka dan belajar dari hikmah yang terkandung di dalamnya.


Ungkapan Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung mengajarkan kita untuk tidak hanya mengarahkan pandangan ke luar, melainkan juga memperhatikan dan merenungkan diri sendiri. Pemahaman dan penerimaan atas kekurangan dan kelemahan pribadi merupakan langkah awal menuju perbaikan diri yang lebih baik. Oleh karena itu, memahami makna tembang pucung dan pesan moralnya dapat membantu membentuk karakter yang baik pada individu, serta mengembangkan rasa empati dan pengertian terhadap orang lain.


Budaya Jawa yang sarat dengan ajaran moral dan etika ini memegang prinsip bahwa kebaikan dan keburukan adalah bagian dari keseimbangan dalam hidup. Dalam konteks ini, pemahaman tentang Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung mengajarkan kesadaran atas konsekuensi dari perbuatan baik maupun buruk yang kita lakukan. Dengan kesadaran ini, kita diharapkan mampu mengendalikan emosi dan tindakan sehingga dapat menciptakan harmoni dalam interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari.


Tembang macapat, termasuk tembang pucung, juga memberikan pelajaran tentang ketidaksempurnaan manusia dan kerentanannya terhadap godaan kehidupan. Pesan moral yang disampaikan melalui ungkapan-ungkapan dalam tembang pucung menekankan pentingnya menjaga kesederhanaan, mengendalikan nafsu, dan berbuat baik kepada sesama. Semua nilai-nilai ini sangat relevan dalam membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan berbudaya tinggi.


Sebagai generasi penerus, menjaga keberlanjutan dan menghargai warisan budaya seperti tembang macapat merupakan tugas penting bagi kita semua. Keterampilan dalam memahami, memelihara, dan melestarikan budaya lokal akan membantu melindungi identitas budaya dari ancaman globalisasi dan modernisasi.


Dalam rangka melestarikan tembang macapat, langkah konkret dapat diambil dengan memperkenalkan karya sastra ini pada generasi muda melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan seni dan budaya yang inklusif dan holistik akan membuka pintu bagi pemahaman yang lebih dalam tentang kearifan lokal, seperti tembang pucung.


Sebagai sebuah khazanah kebudayaan, Angkara Gung, Neng Angga Anggung Gumulung mengingatkan kita akan pentingnya merenungkan nilai-nilai kebijaksanaan dari masa lalu dan menerapkannya dalam kehidupan masa kini. Budaya adalah cerminan dari identitas sebuah bangsa, dan melalui pelestariannya, kita dapat memperkuat jati diri kita sebagai bagian dari warisan peradaban yang kaya dan berharga.

Posting Komentar untuk "Angkara gung neng angga anggung gumulung"